"Kenapa harus dipost?" tanya Dimas ketika motor kami melaju lambat di daerah Klender. Pertanyaan itu menuju pada gagasan saya untuk membuat instastory mengenai Memakna(s)i, sebuah project kecil bagi bagi paket nasi untuk pemulung dan pekerja jalanan.

"Untuk memantik orang lain melakukan hal yang sama dong,"
buru buru saya jawab sebelum argumen tak setuju melompat keluar dari kepalanya.

"Kamu tau Pramoedya Ananta Toer?"
"Tau.."
"Soesilo Toer, adiknya, memilih untuk menjadi pemulung untuk menghabiskan masa tuanya. Itu pilihannya, bukan keterpaksaan. Baginya menjadi pemulung adalah kenikmatan tertinggi dalam kehidupan duniawi."

Saya angguk-angguk, tapi belum juga menemukan jiwa Soesilo Toer diantara raga pemulung yang berseliweran antara Cakung hingga Cipinang, Cakung hingga Stasiun Bekasi. Yang ada ialah raut enyuh dan syukur yang mengalir, beberapa menyemogakan dengan limpahan kebaikan.

Karena memang ada, segelintir mereka yang tengah berusaha menghidupi diri dan keluarganya dengan karung atau gerobak isi sampah. Berharap hasil pencariannya dapat ditukar dengan uang sekedar untuk menutup kebutuhan esok hari. Bayangkan senyum bahagia yang dapat tercipta sesederhana karena makan malam datang menghampirinya. Sedikit meredakan lelah, sejenak menghibur resah.

Tidak harus besar dan banyak, ayo mulai mengolah semampu yang kita punya supaya jadi makna untuk beberapa mereka. Barangkali senyum yang tercipta jadi penyebab bantuan datang padamu disaat yang paling kau butuhkan. Barangkali do'a do'a klise yang mengalir dari mulut mereka, tanpa sadar jadi penguat untukmu ketika kamu merasa begitu lemah.

Berbagi itu ladangnya ada di keramaian jalan, gang kecil, hingga seluruh pelosok kota.
Kamu bisa memilih untuk berandai atau tentukan untuk memulai.

Bekasi
Hari ke-12 tahun 2019
16.12




Komentar